Sabtu, 26 Mac 2011

Episod Cinta di Akhir Hayat Nabi Muhammad


Berikut ini adalah sepenggal kisah dari episode kehidupan Nabi Muhammad saw yang dinukil dari kitab “Duratun Nashihin”. Kisah ini menggambarkan keadilan Rasulullah dan kecintaan para sahabatnya. Sebuah cinta yang berlandaskan iman dan berbalas surga.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. Bahwa setelah dekat wafat Nabi Muhammad SAW, Beliau memerintahkan Bilal untuk menyerukan shalat kepada manusia. Bilal lalu menyerukan Adzan dan berkumpullah para Sahabat Muhajirin dan Anshar ke Masjid Rasulullah SAW. Beliau mengerjakan shalat dua rakaat ringan bersama para sahabat. Kemudian naik mimbar, memuji dan menyebut keagungan Allah SWT.

Beliau berkhutbah dengan sebuah khutbah yang dalam, hati menjadi takut karenanya, dan air mata bercucuran karenanya.

Kemudian Beliau bersabda: “Wahai sekalian muslimin, sesungguhnya aku adalah seorang Nabi kepada kamu, pemberi nasihat dan berda’wah kepada Allah SWT dengan seijinNya. Dan aku berlaku kepadamu sebagai seorang saudara yang menyayangi dan sekaligus sebagai ayah yang belas kasih. Barang siapa diantara kamu yang mempunyai suatu penganiayaan pada diriku, maka hendaklah dia berdiri dan membalas kepadaku sebelum datang balas membalas di hari kiamat.”

Tidak ada seorangpun yang berdiri menghadapnya, sehingga Beliau bersabda demikian kedua kali dan ketiga kalinya. Barulah berdiri seorang laki-laki bernama Akasyah bin Muhshin.

Berdirilah dia di depan Nabi Muhammad SAW dan berkata: “Demi Ayah dan Ibuku sebagai tebusanmu Ya Rasulullah, seandainya engkau tidak mengumumkan kepada kami berkali-kali, tentu aku tidak akan mengajukan sesuatu mengenai itu. Sungguh aku pernah bersamamu di Perang Badar. Saat itu untaku mendahului untamu. Maka turunlan aku dari unta dan mendekatimu agar aku dapat mencium pahamu. Tetapi engkau lalu mengangkat tongkat yang biasa engkau pergunakan untuk memukul unta agar cepat jalannya dan engkau pukul lambungku. Aku tidak tahu apakah itu atas kesengajaan dirimu atau engkau maksudkan untuk memukul untamu ya Rasulullah?”.

Rasulullah bersabda: “Mohon perlindungan kepada Allah hai Akasyah, kalau Rasulullah sengaja memukulmu.”

Bersabda lagi Beliau kepada Bilal: “Hai Bilal, berangkatlah ke rumah Fathimah dan ambilkan tongkatku.”

Maka keluarlah Bilal dari Masjid sedang tangannya diatas kepalanya: “Ini adalah Rasulullah, sekarang Beliau memberikan dirinya untuk diqishash.”

Dia mengetuk pintu Fathimah, dan bertanyalah Fathimah: “Siapa yang ada di depan pintu?”

Bilal menjawab: “Aku datang untuk mengambil tongkat Rasulullah”

Fathimah bertanya: “Hai Bilal, apa yang akan diperbuat Ayah dengan tongkat itu?”

Bilal menjawab: “Hai Fathimah, Ayahmu memberikan dirinya untuk di qhisash.”

Fathimah bertanya lagi: “Hai Bilal, siapakah yang sampai hatinya mau membalas pada Rasulullah?”

Lalu Bilal mengambil tongkat itu dan masuklah dia ke Masjid serta memberikan tongkat itu kepada Rasulullah, sedang Rasul kemudian menyerahkannya kepada Akasyah.

Ketika Abu Bakar dan Umar ra. memandangnya, maka berdirilah mereka berdua dan berkata: “Hai Akasyah, aku masih berada didepanmu, maka balaslah kami dan janganlah engkau membalas kepada Nabi Muhammad SAW.”

Bersabdalah Rasulullah SAW: “Duduklah engkau berdua, Allah telah mengetahui kedudukanmu.”

Berdiri pula Ali ra. dan berkatalah dia: “Hai Akasyah, aku masih hidup di depan Nabi Muhammad SAW. Tidak akan aku sampai hati kalau engkau membalas Rasulullah SAW. Ini punggungku dan perutku, balaslah aku dengan tanganmu dan deralah aku dengan tanganmu.

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Hai Ali, Allah telah mengetahui kedudukan dan niatmu.”

Berdiri pula Hasan dan Husain, dan mereka berkata: “Hai Akasyah, bukankan engkau mengenal kami berdua. Kami adalah dua orang cucu Rasulullah. Membalas kepada kami adalah sama seperti membalas kepada Rasulullah.”

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Duduklah engkau berdua wahai penyejuk mataku.”

Kemudian Nabi Muhammad SAW bersabda: “Hai Akasyah, pukullah kalau engkau mau memukul.”

Akasyah berkata: “Ya Rasulullah, engkau memukulku dahulu dalam keadaan aku tidak terhalang pakaianku.”

Lalu Rasulullah menyingkapkan pakaiaannya, dan berteriaklah orang-orang Islam yang hadir seraya menangis.

Ketika melihat putihnya jasad Rasulullah, Akasyah menubruknya dan mencium punggungnya.
Berkatalah dia: “Nyawaku sebagai tebusanmu ya Rasulullah, siapakah yang akan sampai hati untuk membalasmu ya Rasulullah. Aku melakukannya hanya mengharapkan agar tubuhku dapat menyentuh jasadmu yang mulia, dan Allah akan memelihara aku berkat kehormatanmu dari neraka.”

Bersabdalah Nabi Muhammad SAW: “Ingat, barang siapa yang ingin melihat penghuni surga maka hendaklah dia melihat orang ini.

Semua orang Islam yang hadir berdiri, dan mencium antara kedua mata Akasyah seraya berkata: “Beruntung sekali engkau, engkau berhasil mendapatkan derajat yang tinggi dan berkawan dengan Nabi Muhammad SAW di surga.

Selasa, 15 Mac 2011

LIMA "S"


walaupun sudah agak ketinggalan ...tapi insyaAllah kelas Pendidikan Islam baru nak mengamalkan 5s..walaupun konsep lima s asal dari jepun.(Walaupun dari jepun ...harap-harap tak kena tsunamilah)..Insyaallah kita akan cuba amalkan dalam pengurusan...untuk nak menunjukkan sokongan kepada 5s ini..poster berkaitan 5s akan cuba ditonjolkan di bilik pendidikan Islam SK Lanas..

Sabtu, 12 Mac 2011

bilik pendidikan Islam Sk Lanas

jadual guru pendidikan islam 2011


maklumat bilangan murid 2011


rak fail guru dan fail rekod hasil kerja murid





suasana dalaman bilik pendidikan islam


pintu depan bilik pendidikan islam SK Lanas

Adab-adab Seorang Guru

Berkata Imam Al-Ghazali:
“Jika engkau seorang guru maka hendaklah engkau jaga adab-adab ini:

1- Ihtimal (banyak sabar menanggung kesusahan).

2- Lambat marah.

3- Duduk dengan hebat atas kelakuan yang tetap serta menundukkan kepala.

4- Meninggalkan takabbur atas sekelian hamba Allah Taala kecuali terhadap orang yang zalim kerana menegahkan daripada kezalimannya.

5- Memilih tawadhuk yakni merendahkan diri pada perhimpunan orang ramai dan pada majlis orang ramai.

6- Meninggalkan bergurau-gurau dan bermain-main.

7- Kasih sayang dengan murid dan lemah lembut dengan yang kurang pandai.

8- Membimbing murid yang bebal.

9- Tidak memarahi murid yang bodoh.

10- Tidak malu daripada berkata ‘Aku tidak tahu’ (bagi masalah yang tidak diketahuinya).

11- Memberikan perhatian kepada murid yang bertanya dan cuba memahami soalannya dengan baik.

12- Menerima hujah atau dalil yang dihadapkan kepadanya.

13- Tunduk kepada kebenaran dengan kembali kepadanya ketika ia tersalah.

14- Melarang murid daripada ilmu yang boleh memudaratkan.

15- Melarang murid daripada menghendaki yang lain daripada Allah dengan ilmunya.

16- Melarang murid daripada menuntut ilmu yang fardhu kifayah sebelum selesai daripada menuntut ilmu yang fardhu ain, dan ilmu yang fardhu ain itu ialah ilmu yang berkenaan dengan membaikkan zahir dan batinnya dengan taqwa.

17- Memperbaiki diri sendiri dengan taqwa sebelum ia menyuruh orang lain, supaya muridnya dapat mencontohi amalannya dan mengambil manfaat daripada percakapannya (ilmunya).

Lihat: Al-Ghazali, Abu Hamid (505H), Bidayatul Hidayah (diterjemahkan oleh: Ahmad Fahmi Zamzam), m/s 155-157, Kedah: Al-Khazanah Al-Banjariyah (edisi Jawi, Oktober 1993).